Kota Malang "Jadul"


























Ekonomi Indonesia

Ekonomi Indonesia


Statistik

  • Peringkat PDB: ke-15
  • PDB: $863,6 milyar (2005)
  • Pertumbuhan PDB: 4,8% (2004)
  • PDB per kapita: $3.200 (2004)
  • PDB berdasarkan sektor: pertanian (16.6%), industri (43.6%), jasa (39.9%) (2004)
    Inflasi: 6.6% (2004)
  • Pop di bawah garis kemiskinan: 8.% (1998)
  • Tenaga kerja: 105,7 juta (2004)
  • Tenaga kerja berdasarkan pekerjaan: produksi 46%, pertanian 16%, jasa 39% (1999)
    Pengangguran: 8.7% (2004)
  • Industri utama: minyak bumi dan gas alam; tekstil, perlengkapan, dan sepatu; pertambangan, semen, pupuk kimia, plywood; karet; makanan; pariwisata

Perdagangan Internasional

Keuangan publik

  • Utang pemerintah: 54.3 milyar (56.2% dari GDP)
  • Pendapatan: 0.91 milyar (2004)
  • Belanja: 4,95 milyar (2004)
  • Bantuan ekonomi: 3 milyar dari IMF (1997–2000)

Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.


Latar belakang
Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%–10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.

Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 19871997, dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987–1997 menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman berdasarkan-"collateral" menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya menciptakan gangguan ekonomi.

Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997, Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli, yang melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998. Di bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada Oktober 1999 kemudian memperpanjang program tersebut.

Kajian Pengeluaran Publik
Sejak krisis keuangan Asia di akhir tahun 1990-an, yang memiliki andil atas jatuhnya rezim Suharto pada bulan Mei 1998, keuangan publik Indonesia telah mengalami transformasi besar. Krisis keuangan tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran publik. Tidak mengherankan utang dan subsidi meningkat secara drastis, sementara belanja pembangunan dikurangi secara tajam.

Saat ini, satu dekade kemudian, Indonesia telah keluar dari krisis dan berada dalam situasi dimana sekali lagi negara ini mempunyai sumber daya keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Perubahan ini terjadi karena kebijakan makroekonomi yang berhati-hati, dan yang paling penting defisit anggaran yang sangat rendah. Juga cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui ”perubahan besar” desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah beralih ke pemerintah daerah pada tahun 2006. Hal lain yang sama pentingnya, pada tahun 2005, harga minyak internasional yang terus meningkat menyebabkan subsidi minyak domestik Indonesia tidak bisa dikontrol, mengancam stabilitas makroekonomi yang telah susah payah dicapai. Walaupun terdapat resiko politik bahwa kenaikan harga minyak yang tinggi akan mendorong tingkat inflasi menjadi lebih besar, pemerintah mengambil keputusan yang berani untuk memotong subsidi minyak.

Keputusan tersebut memberikan US$10 milyar tambahan untuk pengeluaran bagi program pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006 tambahan US$5 milyar telah tersedia berkat kombinasi dari peningkatan pendapatan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil secara keseluruhan dan penurunan pembayaran utang, sisa dari krisis ekonomi. Ini berarti pada tahun 2006 pemerintah mempunyai US$15 milyar ekstra untuk dibelanjakan pada program pembangunan. Negara ini belum mengalami ‘ruang fiskal’ yang demikian besar sejak peningkatan pendapatan yang dialami ketika terjadi lonjakan minyak pada pertengahan tahun 1970an. Akan tetapi, perbedaan yang utama adalah peningkatan pendapatan yang besar dari minyak tahun 1970-an semata-mata hanya merupakan keberuntungan keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, ruang fiskal saat ini tercapai sebagai hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati hati dan tepat.

Walaupun demikian, sementara Indonesia telah mendapatkan kemajuan yang luar biasa dalam menyediakan sumber keuangan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, dan situasi ini dipersiapkan untuk terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, subsidi tetap merupakan beban besar pada anggaran pemerintah. Walaupun terdapat pengurangan subsidi pada tahun 2005, total subsidi masih sekitar US$ 10 milyar dari belanja pemerintah tahun 2006 atau sebesar 15 persen dari anggaran total.

Berkat keputusan pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Agustus 2001) untuk mendesentralisasikan wewenang pada pemerintah daerah pada tahun 2001, bagian besar dari belanja pemerintah yang meningkat disalurkan melalui pemerintah daerah. Hasilnya pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan 37 persen dari total dana publik, yang mencerminkan tingkat desentralisasi fiskal yang bahkan lebih tinggi daripada rata-rata OECD.

Dengan tingkat desentralisasi di Indonesia saat ini dan ruang fiskal yang kini tersedia, pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan unik untuk memperbaiki pelayanan publiknya yang terabaikan. Jika dikelola dengan hati-hati, hal tersebut memungkinkan daerah-daerah tertinggal di bagian timur Indonesia untuk mengejar daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju dalam hal indikator sosial. Hal ini juga memungkinkan masyarakat Indonesia untuk fokus ke generasi berikutnya dalam melakukan perubahan, seperti meningkatkan kualitas layanan publik dan penyediaan infrastruktur seperti yang ditargetkan. Karena itu, alokasi dana publik yang tepat dan pengelolaan yang hati-hati dari dana tersebut pada saat mereka dialokasikan telah menjadi isu utama untuk belanja publik di Indonesia kedepannya.

Sebagai contoh, sementara anggaran pendidikan telah mencapai 17.2 persen dari total belanja publik- mendapatkan alokasi tertinggi dibandingkan sektor lain dan mengambil sekitar 3.9 persen dari PDB pada tahun 2006, dibandingkan dengan hanya 2.0 persen dari PDB pada tahun 2001 - sebaliknya total belanja kesehatan publik masih dibawah 1.0 persen dari PDB. Sementara itu, investasi infrastruktur publik masih belum sepenuhnya pulih dari titik terendah pasca krisis dan masih pada tingkat 3.4 persen dari PDB. Satu bidang lain yang menjadi perhatian saat ini adalah tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15 persen pada tahun 2006, menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya publik.
Natural gas

Natural gas is commercially produced from oil fields and natural gas fields. Gas produced from oil wells is called casinghead gas or associated gas. The natural gas industry is producing gas from increasingly more challenging resource types: sour gas, tight gas, shale gas and coalbed methane.The world's largest gas field by far is Qatar's offshore North Field, estimated to have 25 trillion cubic metres[15] (900 trillion cubic feet) of gas in place — enough to last more than 200 years at optimum production levels. The second largest natural gas field is the South Pars Gas Field in Iranian waters in the Persian Gulf. Connected to Qatar's North Field, it has estimated reserves of 8 to 14 trillion cubic metres[16] (280-500 trillion cubic feet) of gas; see List of natural gas fields

Compressed Natural Gas (CNG) is a substitute for gasoline (petrol), diesel, or propane fuel. It is considered to be an environmentally "clean" alternative to those fuels and it is much safer than other motor fuels in the event of a fuel spill: natural gas is lighter than air, so it disperses quickly when leaked or spilled. It is made by compressing natural gas (which is mainly composed of methane (CH4)), by about 75%. It is stored and distributed in hard containers, at a normal pressure of 200–220 bar (20–22 MPa), usually in cylindrical or spherical shapes to maintain equal pressure on the walls of the containers.

Liquefied natural gas or LNG is natural gas that has been converted to liquid form for ease of storage or transport. Liquified natural gas takes up about 1/600th the volume of natural gas at a stove burner tip. It is odorless, colorless, non-corrosive, and non-toxic. When vaporized, it burns only in concentrations of 5% to 15% when mixed with air. Neither LNG, nor its vapor, can explode in an unconfined environment.

LNG is principally used for transporting natural gas to markets, where it is regasified and distributed as pipeline natural gas. LNG offers an energy density comparable to petrol and diesel fuels and produces less pollution, but its relatively high cost of production and the need to store it in expensive cryogenic tanks have prevented its widespread use in commercial applications. It can be used in natural gas vehicles, although these are more commonly designed to use compressed natural gas.

Sejarah "Lesehan Bambu Mulyo Agung Jetis" Malang (Jawa Timur)

A. Definisi Wirausaha
Ada anggapan bahwa, kewirausahaan itu bakat dari lahir dan karenanya tidak dapat diajarkan. Etnis Cina dianggap memiliki bakat dibidang perdagangan, maka mereka potensial menjadi wirausahawan. Sedangkan suku Jawa dianggap memiliki mental priyayi dan suku Minang dianggap tidak dapat menjadi wirausahawan yang sukses. Lalu konklusinya, baik orang Jawa maupun orang Minang dianggap tidak mampu menjadi seorang pengusaha.

Benarkah demikian? Menurut hemat kami, mitos-mitos tersebut diatas tidak benar, sebab pengertian kewirausahaan bukan berpijak pada bakat sejak lahir, melainkan erat dengan tindakan atau aksi. Jadi tindakan atau aksi itulah yang menentukan seseorang sukses menjadi wirausahawan atau tidak.

Sebelum istilah wirausaha sepopuler seperti sekarang ini, dulu sering kita dengar istilah wiraswasta. Kata "wiraswasta" berasal dari Wira yang berarti utama, gagah, berani, luhur, teladan atau pejuang. Swa berarti sendiri dan Sta berarti berdiri. Jadi wiraswasta (entrepreneur) berarti pejuang yang utama, gagah, luhur, berani dan layak menjadi teladan dalam bidang usaha dengan landasan berdiri diatas kaki sendiri.

Definisi Kewirausahaan memang banyak dibuat oleh para ahli, tetapi mereka melihat dari perspektifnya masing-masing. Agar pengertian kewirausahaan dapat diterapkan sesuai dengan lingkungan negara kita, maka telah disepakati definisi sebagai berikut ini.
Kewirausahaan adalah kesatuan terpadu dari semangat, nilai-nilai dan prinsip serta sikap, kuat, seni, dan tindakan nyata yang sangat perlu, tepat dan unggul dalam menangani dan mengembangkan perusahaan atau kegiatan lain yang mengarah pada pelayanan terbaik kepada langganan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan termasuk masyarakat, bangsa dan negara.

Selanjutnya definisi kewirausahaan yang telah disepakati tersebut akan lebih jelas jika dilengkapi dengan kualifikasi wirausahawan itu sendiri. Berdasarkan kualifikasi seseorang, wirausahawan dibedakan menjadi tiga yakni wirausahawan andal, wirausahawan tangguh, wirausahawan unggul.

Wirausahawan andal memiliki ciri-ciri dan cara-cara sebagai berikut. Yakni:
  • Percaya diri dan mandiri yang tinggi untuk mencari penghasilan dan keuntungan melalui usaha yang dilaksanakannya.
  • mau dan mampu mencari dan menangkap peluang yang menguntungkan dan memanfaatkannya peluang tersebut.
  • mau dan mampu bekerja keras dan tekun untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih tepat dan effisien.
  • mau dan mampu berkomunikasi, tawar menawar dan musyawarah dengan berbagai pihak, terutama kepada pembeli.
  • menghadapi hidup dan menangani usaha dengan terencana, jujur, hemat, dan disiplin.
  • mencintai kegiatan usahanya dan perusahaannya secara lugas dan tangguh tetapi cukup luwes dalam melindunginya.
  • mau dan mampu meningkatkan kapasitas diri sendiri dan kapasitas perusahaan dengan memanfaatkan dan memotivasi orang lain (leadership/managerialship) serta melakukan perluasan dan pengembangan usaha dengan resiko yang moderat.
  • berusaha mengenal dan mengendalikan lingkungan serta menggalang kerja sama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.

B. Latar Belakang Usaha

Keinginan awal dari Bapak Tulus Priyono sebagai pencetus ide untuk mendirikan cafe ini adalah untuk memulai suatu hal yang cukup menantang. Tantangan sebagai salah satu wiraswasta adalah berani mengambil resiko untuk mencoba sesuatu yang baru dan menciptakan lapangan kerja baru bagi orang lain.

Keberadaan cafe dengan nama "LESEHAN BAMBU MULYO AGUNG JETIS" yang terletak di JL. Raya Jetis 20 Malang-Jawa Timur ini berlokasi strategis, terletak di pinggir jalan raya utama dan dekat dengan lingkungan Universitas Muhammadiyah (UNMUH) Malang III.

Point utama yang coba di tekankan oleh pendiri dari cafe "LESEHAN BAMBU MULYO AGUNG JETIS" Malang adalah untuk mencoba melayani dan memanjakan konsumen. Pendiri mencoba untuk menyalurkan dan memberikan tempat kepada pelanggan untuk congregate (berkumpul), talk (berbincang-bincang), entertain (perjamuan makan), pass of the time (menghabiskan waktu) secara individu maupun dalam kelompok.

Cafe dengan tata letak dan tempat yang cukup luas, dengan tata interior ruang yang menarik dan unik, didesain untuk menarik konsumen agar dapat berinteraksi sosial didalamnya dengan santai dan nyaman. Cafe ini memiliki keunikan dimana dibangun dengan menggunakan kerangka bambu diatas tanah seluas hampir 500 m2, dengan didalamnya terdapat 4 kamar toilet dan 1 mushola. Bagi para pelanggan yang gemar bernyanyi juga dapat menyalurkan kegemarannya, dengan diiringi alunan musik nada-nada electone. Menu yang disajikanpun cukup lengkap dengan harga terjangkau dan bersaing, tanpa meninggalkan etika kelezatan dan kebersihan didalamnya.